Rabu, 17 Oktober 2018

PANDANGAN DAN SIKAP WARGA BANDUNG RAYA TERHADAP RADIKALISME DAN TERORISME

oleh :
doddy s. truna
maman lukmanul hakim
ABSTRAK
Penelitian ini mengkaji pandangan dan sikap warga Bandung raya terhadap radikalisme dan terorisme. Kasus-kasus yang berkaitan dengan radikalisme dan terorisme masih marak terjadi di Indonesia yang telah menumbulkan citra dan opini buruk tentang Islam karena peristiwa-peristiwa tersebut sering dikaitkan dengan ajaran Islam. Berkaitan dengan itu, dalam penelitian ini dikaji bagaimana pandangan warga Bandung Raya mengenai berbagai aspek yang sering dikaitkan dengan peristiwa radikalisme dan terorisme.
Perspektif yang digunakan dalam penelitian ini adalah perspektif sosiologis untuk menyoroti tindakan radikal sebagai tindakan sosial yang dilakukan sebagian masyarakat untuk mencapai tujuan atau cita-citanya. Sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan memusatkanperhatian terhadap peristiwa yang sedang berlangsung pada masa sekarang di mana peristiwa terorisme dan radikalisme masih mewarnai kehidupan masyarkat pada masa kini.
Penelitian ini menemukan bahwa terdapat beragam sikap dan pandangan masyarakat Bandung Raya mengenai isu-isu yang berkaitan dengan tindakan terorisme dan radikalisme. Isu penerapan syari’at Islam dan pelaksanaan hukum Islam merupakan isu yang masih diyakini sebagain masyarakat untuk diterapkan di Indonesia. Demikian pula mengenai dakwah dan penyebaran agama Islam kepada non-Muslim, peneritbhan tempat-tempat hiburan dan rumah makan di bulan Ramadhan, dukungan terhdap ISIS, dan peran tokoh masyarkat serta media masa dalam pencegahan radikalisme dan terorisme di Jawa Barat. Pada umumnya responden tidak mempermasalahkan kembali bentuk dan sistrem hukum di Indonesia, hanya saja dalam penerapannya dianagap masih lemah sehingga alternatif pemecahan oleh hukum Islam menjadi pilihan bagi sebagian orang.
Kesimpulannya penelitian ini adalah bahwa penegakan hukum di Indonesia menjadi imperatif dan mendesak untuk menghindari kekecewaan masyarakat terhadap penegakan hukum di Indonesia. Pembinaan masyarakat mengenai bahaya radikalisme dan terorisme juga menjadi penting dilakukan agar masyarakat tidak menjadikan tindakan radikal sebagai pilihan untuk menyalurkan hasrat dan keinginan mereka.
Kata Kunci: radikalisme, terorisme, gerakan Islam.

Rabu, 17 September 2014

AGAMA DAN POLITIK (Kasus ADS di Kuningan)




AGAMA DAN MASALAH PUBLIK

Menyusur Kisah dari Cigugur

                Cigugur adalah sebuah desa di lerang Gunung Ciremai yang sekarang sudah menjadi sebuah kelurahan atau bahkan kecamatan. Secara administratif, Cigugur terletak di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat yang berjarak sekitar 35 km ke arah selatan kota Cirebon, atau sekitar 168 km dari kota Bandung. Cigugur berada pada ketinggian 700 m di atas permukaan laut, dengan  curah hujan rata-rata 26,80 mm dan suhu udara rata-rata sekitar 26°C. Duapuluh tahun yang lalu, ketika penelitian dilakukan, luas wilayahnya adalah 511.120 ha, yang terdiri dari 105.680 ha digunakan sebagai tempat pemukiman penduduk, seluas 116.120 ha sawah, seluas 279.975 ha merupakan tegalan, kolam dan empang seluas 2.860 ha, lapangan seluas 1.180 ha, dan sisanya digunakan sebagai kuburan, jalan raya, pengairan, dan lain-lain. [1] Data ini pasti sudah jauh berubah, tidak hanya dalam komposisi peruntukan lahannya, tetapi juga struktur kepemilikannya.

Kamis, 17 April 2014

KRITIK NALAR ISLAM


KRITIK NALAR ISLAM

A.      LATAR BELAKANG MASALAH
Masa renaisance  pada abad pertengahan di Eropa memberikan dampak yang besar terhadap arus pemikiran manusia sesudahnya. Pasca peristiwa tersebut, weltanschauung (baca: pandangan dunia) masyarakat Barat ketika itu berubah terbalik seratus delapan puluh derajat. Perubahan itu ditandai dengan kemenangan “akal” atas dominasi agama “gereja” yang secara otomatis mengubah weltanschauung mereka dari teosentris menjadi antroposentris. Otoritas kini berada pada diri manusia, dominasi agama “wahyu” berakhir dengan  kemampuan akal manusia. Ditambah dengan penemuan mesin uap oleh James Watt dan pendirian pabrik-pabrik secara massif, membuat perubahan tersebut menjadi signifikan menuju abad baru yang disebut dengan modernitas.
Modernisasi yang sedang berjalan di Eropa (Barat), berbanding terbalik dengan dunia Islam. Dunia Islam di masa ini tengah mengalami kemunduran peradaban. Oleh karena itu, secara tidak langsung moderenisasi Barat memberikan dampak hingga ke dunia Arab (Islam). Diawali dengan invasi Napoleon pada tahun 1798 ke Mesir, membuat masyarakat Mesir “sadar” akan kemajuan yang dialami Eropa dan ketertinggalan dunia Islam dalam bidang ilmu pengetahuan. Walaupun banyak yang menganggap kemajuan modernisasi Eropa merupakan ancaman terhadap agama, tetapi hal tersebut tetap membuat beberapa kalangan “resah “dan bangkit untuk mengejarnya.
Upaya mengejar ketertinggalan masyarakat Arab terbentur oleh tradisi dan budaya mereka, yang dalam hal ini didominasi oleh Islam. Sebagai masyarakat yang pernah meraih golden age pada masa pemerintahan Islam, dunia Islam sulit untuk melupakan tradisi dan budaya tersebut apalagi meninggalkannya. Sehingga upaya tadi melahirkan beberapa aliran dan corak pemikiran yang menawarkan solusi.
Setidaknya terdapat tiga kelompok, menurut Bollouta, yang mencoba memberikan wacana pemikiran mengenai tradisi dan budaya vis a vis modernitas: Pertama, kelompok yang menawarkan wacana transformatif. Kelompok ini adalah mereka yang menginginkan dunia Arab lepas sama sekali dari tradisi masa lalunya, karena tradisi masa lalu tidak lagi memadai bagi kehidupan kontemporer. Tokoh-tokoh dari kelompok ini adalah kalangan Kristen yang berhaluan Marxis seperti Adonis, Salamah Musa, Zaki Najib Mahmud, dan lain-lan. Kedua, kelompok yang menawarkan wacana reformatif. Adalah mereka yang menginginkan bersikap akomodatif, dengan mereformasi tradisi yang selama ini digelutinya. Wakil dari kelompok ini adalah Arkoun, Hassan Hanafi, al-Jabiri, dan lain-lan. Ketiga, kelompok yang disebut idealis-totalistik. Mereka menginginkan agar dunia Arab kembali kepada Islam murni, khususnya aliran salaf dengan slogan kembali kepada al-Quran dan Sunnah. Wakil dari kelompok ini seperti Muhammad Ghazali, Sayyid Quthb, Muhammad Quthb, dan lain-lan.[1]

Senin, 25 Februari 2013

AGAMA DAN MODERNITAS



EKSISTENSI AGAMA DI ERA
MODERNITAS DAN POS-MODERNITAS



MAKALAH


Untuk Memenuhi Tugas Akhir dalam Mata Kuliah Studi Naskah


uin final.jpg















Oleh:
MAMAN LUKMANUL HAKIM, M.AG.
NIM: 3 212 3 006


PROGRAM PASCA SARJANA
UIN SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2013


Kamis, 06 Desember 2012

RUMUSAN GARIS BESAR KEGIATAN PENYUKSESAN PILKADA/PEMILU



1.      Konsolidasi Tim Inti
Pra Pilkada/Pemilu:
Dilaksanakan oleh tim inti:
§  Rumusan konsep awal (maksud dan tujuan, landasan, target umum).
§  Perumusan visi dan misi awal (berdasarkan hasil aspirasi dan masukan) disesuiakan dengan visi dengan tim yang sudah terbentuk.
§  Perhitungan kekuatan dan kelemahan (dana, kader, atribut kesiapan “waktu dan tempat”).
§  Pembagian tugas berdasarkan propoorsional dan profesional.
§  Penyusunan waktu pelaksanaan (gambaran time scedul berdasarkan target, waktu, hasil yang harus di capai).
§  Penyusunan RTL

Rabu, 28 November 2012

DINAMIKA KOMUNIKASI POLITIK NAHDLATUL ULAMA



dan Proses Sosialisasinya, 1970-2001

Studi atas Pembaruan Pemikiran Politik NU
 Asep S. Muhtadi
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif (qualitative approach). Pendekatan ini dipandang relevan karena karakteristik masalahnya yang unik dari realitas sosial dan dunia tingkah laku yang dapat mewakili informasi atau data yang dianalisisnya. Melalui pendekatan kualitatif ini juga dapat menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata baik tertulis maupun lisan dari sejumlah orang dan perilaku yang dapat diamati. Dari sisi kejamaahannya, baik pada tingkat elit (elite level) maupun akar rumput (grassroot level), organisasi massa NU merupakan lembaga komunitas keagamaan yang memiliki keunikan tersendiri. Keunikan komunitas tersebut terutama bersumber dari manusia beragama itu sendiri yang pada hakikatnya merupakan makhluk psikis, sosial dan budaya. Ketika memerankan fungsi-fungsi sosial politik, misalnya,  mereka tidak bisa menyandarkan tindakannya hanya atas etika sosial politik yang berlaku dan disepakati, tetapi juga selalu terikat pada doktrin-doktrin ajaran agama anutannya.
Selain itu, untuk menemukan hubungan-hubungan antar fakta yang muncul mengikuti perjalanan NU dari waktu ke waktu, penelitian ini juga menghimpun informasi tentang peristiwa-peristiwa sebelumnya, terutama untuk mengungkapkan fenomena komunikasi politik NU pada masa-masa yang lalu. Sejak awal Orde Baru -- dan bahkan sejak kelahirannya tahun 1926 -- NU selalu terlibat secara dinamis dalam pergumulan politik Indonesia dengan argumentasi dan latar belakang yang dipandangnya sesuai dengan peta sejarah pada masing-masing zamannya. Hal ini, salah satunya, dapat dilukisjelaskan dengan menggunakan informasi masa lalu. Sejalan dengan peristiwa-peristiwa yang dilaluinya, pendekatan politik juga digunakan untuk melakukan telaah terhadap pertimbangan-pertimbangan kekuasaan dalam kaitannya dengan eksistensi  dan peran partisipatif politik NU. Pendekatan ini dipandang perlu terutama untuk melihat relasi-relasi kekuasaan yang diperankan NU dalam konteks kehidupan politik secara nasional.

Sabtu, 24 November 2012

PANDANGAN TEOLOGI MU’TAZILAH




A.    PENDAHULUAN
Dalam percaturan Ilmu kalam/ Teologi Islam dikenal pelbagai aliran atau faham dalam teologi. Aliran dalam Ilmu kalam ini lahir setelah terjadinya pertempuran antara Ali dan Muawiyah. Setelah terjadinya tahkim (perjanjian damai antara kedua belah pihak yang diawali oleh pihak Muawiyah) yang kemudian memberikan kekuasasaan pada pihak Muawiyah, ada sekelompok orang dari golongan Ali yang tidak sepakat dengan hasil tahkim tersebut. Kemudian mereka ke luar dari pengikutnya Ali dan menganggap bahwa Ali dan pengikutnya serta kelompok Muawiyah dan siapa saja yang terlibat dalam tahkim berdosa besar dan hukumnya kafir. Kelompok ini dalam teologi/ Kalam disebut dengan Khawarij.
Bermula dari khawarij ini kemudian berkembang lagi aliran yang mencoba untuk menetlalisir pandangan Khawarij dengan mencoba menyerahkan segala urusan termasuk Tahkim kepada Allah SWT. Mereka ini disebut golongan Murji’ah. Dari dua kelompok ini bekembang lagi beberapa aliran diantarnya adalah Mu’tazilah, Asy’ariyah dan Maturidiyah.
Ironisnya, persoalan-persoalan aqidah/ teologi dalam Islam, itu lahir dari persoalan-persoalan politik. Peristiwa Tahkim yang itu murni persoalan politik, bisa berkembang jauh menjadi persoalan aqidah/ teologis. Inilah realitas historis yang harus kita sikapi secara kritis.